Selasa, 29 November 2011

Desa Siaga: antara fakta dan cita-cita

[potret kecil dari Desa Jrahi Kec. Gunungwungkal dan Desa Karangrowo Kec. Jakenan Kab. Pati]



Menurut dokumen Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI tahun 2006, yang dimaksud desa siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawat-daruratan secara mandiri. Gerakan dan pembinaan desa siaga di Indonesia telah dimulai sejak tahun 2006 melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564/MENKES/SK/VIII/2006.
Lalu, bagaimana pengembangannya di kabupaten Pati? Tim Jumprit melakukan assasment singkat di dua (2) desa untuk memotret implementasi desa siaga; yakni Desa Jrahi Kecamatan Gunungwungkal dan Desa Karangrowo Kecamatan Jakenan. 
Beberapa tahun yang lalu, oleh Puskesmas Tayu II, kader kesehatan Desa Jrahi diperkenalkan konsep desa siaga. Perwakilan kader kesehatan desa diutus mengikuti pelatihan di Kantor BKKBN (Badan Kesejahteraan Keluarga Berencana Nasional) Kabupaten Pati. Sepulang dari pelatihan, kader kesehatan yang diutus  mengikuti pelatihan melakukan sosialisasi di tingkat desa. Dengan memanfaatkan moment-moment pertemuan rutim yang sudah ada di masyarakat, Sosialisasi itu direspon dengan baik oleh masyarakat. Menurut Ibu Trisni (salah seorang penggerak desa siaga di Jrahi), kader kesehatan desa setempat, ia memanfaatkan pertemuan kampung yang ada untuk melakukan sosialisasi desa siaga. Ia bersama kader kesehatan desa yang lain melakukan sosialisasi sebanyak 35 kali di pertemuan tahlilan, RT serta di wihara dan gereja. 
Salah satu produk dari konsep desa siaga adalah dibentuknya UBKM (upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat). Di Desa Jrahi UBKM terbagi dalam tiga pokja, yakni (1) pokja donor darah, (2) pokja ambulans desa dan (3) pokja dana siaga.
Pokja donor darah memiliki data tentang golongan darah warga yang dapat diakses ketika ada warga yang membutuhkan. Pada tahun 2009 lalu diadakan kegiatan donor darah yang diadakan bersamaan dengan peringatan hari Kartini.  Pokja Ambulans Desa juga telah berjalan dengan baik. Model pengadaan ambulan pun dilakukan dengan swadaya. Strateginya, tim Desa Siaga melakukan lobi kepada beberapa warga yang memiliki mobil untuk bisa digunakan sebagai ambulan desa. Ketika ada warga yang sakit dan perlu untuk dirujuk ke rumah sakit Pokja Ambulan langsung menghubungi warga yang memiliki mobil dan telah bersepakat dengan mereka. Semuanya diusahakan gratis.
Sedangkan dana siaga, hingga akhir 2010 lalu telah diperoleh saldo lebih dari Rp 4 juta rupiah. Dana tersebut merupakan hasil iuran warga setiap bulan.  Setiap pintu (bukan KK) membayar RP 1.000,-per bulan yang diserahkan pada RT. Dana tersebut kemudian digunakan untuk memberikan bantuan transport kepada warga yang sakit. Setiap warga yang membutuhkan mendapat transport sebesar Rp 75.000,-  Tidak semua warga mendapatkan dana tersebut, ada pula yang menolak karena merasa mampu dan tidak memerlukan dukungan dana.
Kesuksesan penyelenggaran desa siaga yang dilakukan oleh desa Jrahi ini berbuah manis. Karena dinilai sukses, desa ini mendapat hadiah poskesdes (polindes) pada 2009 lalu. Meskipun demikian kesuksesan tersebut bukan berarti tanpa hambatan. Menurut kader yang juga guru PAUD tersebut, komentar sumbang kadang terdengar dari warga; misalnya ada warga yang mengeluhkan iuran dana siaga, sulitnya melakukan pembinaan perilaku hidup bersih sehat terutama terkait dengan menghilangkan kebiasaan merokok.
Tetapi cerita indah dari lereng Muria tersebut belum memiliki gaung yang sama di desa-desa di wilayah lain di Kabupaten Pati. Seperti di Desa Karangrowo Kec. Jakenan misalnya. Desa ini juga merupakan desa siaga. Di desa ini juga telah dibentuk ambulan desa dan bank darah hidup setelah pelatihan pada 2008 lalu. Akan tetapi menurut salah satu anggota Forum Kesehatan Desa  setempat, Bapak Sugiono, kegiatan desa siaga tidak berjalan. Saat ini itu sudah tidak ada lagi pertemuan yang berkaitan dengan desa siaga. Satu keunggulan yang dimiliki oleh desa di pinggir Sungai Juwana ini adalah tentang sistem informasi dan koordinasi ketika terjadi bencana. Akan tetapi pengembangan program itu bukan merupakan hasil dari pengembangan desa siaga.
Informasi yang didapatkan Tim Jumprit dilapangan, semua desa di Kabupaten Pati saat ini sudah menjadi desa siaga. Hanya saja ada yang aktif, namun lebih banyak yang hanya papan nama.
Dalam konteks dokumen konsep pembangunan  kesehatan di Indonesia, program desa siaga ini merupakan salah satu manivestasi dari visi pembangunan kesehatan RI, yakni; Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan.  Hasil evaluasi tahun 2009, sudah 56,1 % desa dan kelurahan yang memulai usaha mewujudkan desa siaga.  (Evi-Tina)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar